RASIO LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK*

 Oleh: Antonius Dopi Liwu**

 A.    Pengantar

Penegasan terhadap prinsip Negara hukum dan perlunya perlindungan Hak Asasi Manusia bagi warga Negara sebagai hak konstitusi merupakan prinsip dasar sebuah Negara yang berdasarkan atas hUkum (rechtstaat) – dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat)1 – serta menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak-hak anak yang merupakan hak asasi manusia.

Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.2 Jadi masalah pelindungan hukum terhadap anak mencakup ruang lingkup yang sangat luas.

Perlindungan hukum terhadap hak asasi anak ini mengedepankan pentingnya pengaturan hak-hak tersebut dalam suatu regulasi hukum, sebagai syarat mutlak yang melegitimasi pengakuan akan hak-hak tersebut agar tumbuh kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menghormati hak anak.

B.    Rasio Lahirnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindingan Anak

Upaya perlindungan terhadap anak merupakan masalah nasional maupun internasional yang tak akan pernah hentinya untuk dibicarakan karena merupakan masalah universal, sebab berkaitan dengan persoalan HAM. Hal ini dikarenakan HAK (hak anak) hak yang kodrati sifatnya.

Dalam konteks agama, anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang di dalamnya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Sementara itu dari kaca mata sosial, anak adalah generasi penerus bangsa sedangkan dari segi politik mereka (anak) mempunyai tanggung jawab sebagai proses regenerasi.

Oleh karena itu, agar setiap anak kelak mampu memikul semua tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik  fisik, mental maupun social, dam berakhlak mulia, maka perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberi jaminan untuk pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Sebagai bagian dari persoalan HAM maka, upaya perlindungan hak anak adalah bagian dari sejarah perjalanan manusia. Tetapi perhatian akan perlunya perlingdungan khusus bagi anak baru terjadi pada pertengahan abad 20. perhatian ini berawal dari Declaration of Human Rights of the Children (Deklarasi hak-hak Anak) yang terdiri dari 10 prinsip.

Dari deklarasi tersebut berturut-turut melahirkan banyak dokumen yang berkaitan dengan masalah perlindungan anak. Begitu kompleksnya ruang lingkup perlindungan terhadap anak serta sebagai permasalahan universal dapat terlihat dari banyaknya dokumen/ instrument internasional maupun nasional, antara lain:3

1)    Deklarasi Jenewa tentang hak-hak anak tahun 1924 yang kemudian dilakukan dalam resolusi PBB Nomor 1386 (XIV) tanggal 20 November 1958 mengenai “Declaration of the Right of the Child”;

2)    Resolusi Majelis umum PBB Nomor 40/33 tanggal 29 November 1958 mengenai “Uniterd Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice” (The Be ijing Rules);

3)    Resolusi 45/21 tanggal 8 Desember 1988 mengenai “The use of Children in the illicit traffic in the narcotic drugs”;

4)    Resolusi Majelis Umum PBB 44/25 tanggal 10 November 1989 tentang “Convention of the Rihgts for the child”;

5)    Resolusi Kongres HAM 1994/93 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The Offects of armed conflict on children lives”;

6)    Dalam Kongres PBB ke-IX tahun 1995 mengenai “the Prevention of crime and the treatment of offenders” diajukan draft resolusi mengenai:

a.     “Application of united nation standards and norms in juvenile justice” (Dokumen A/Conf. 169/L-C);

b.     “Elimination of violance against children” (Dokumen A/ Conf. 169/L-C).

Berbagai dokumen internasional tersebut masih merupakan refleksi dari kesadaran dan keprihatinan masyarakat internasional akan perlunya perlindungan terhadap anak diberbagai belahan dunia dari berbagai benruk kekerasan dan diskriminasi. Sehingga sebagai bentuk keprihatinan bersama akan eksistensi anak sebagai kelompok yang rentan terhadap kekerasan maka, dianjurkan agar dokumen-dokumen tersebut yang walau masih berupa pernyataan (deklarasi), perjanjian/ persetujuan bersama (konvensi), resolusi ataupun pedoman (guidelines)4 tersebut diadopsi dan diratifikasi dalam suatu peraturan hukum (UU, PP, dll) yang mengikat semua warga negara.

Lewat peoses ratifikasi tersebut, selanjutnya selanjutnya melahirkan hukum nasional dengan diudangkannya berbagai peraturan perlindungan anak, diantaranya Undang-undang Nomor 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Perlindungan Anak serta Undang-undang Nomor 39 tentang Hak Asasi Manusia.

Meskipun Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM telah mencantumkan hak anak, tetapi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberi perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai PerlindunganAnak sebagai landasan yuridis bagi pelaksaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindugan anak dalam segal aspeknya merupakan bagain dari kegiatan pembanguan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dasar inilah yang melatarbelakangi/ menjadi rasio lahirnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

 

Kupang, 20 Mei 2007

Penulis

 

Antonius Dopi Liwu



* Makalah disampaikan pada saat Sosialisasi Hak Asasi Manusia (Hak Anak) yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, di Paroki St. Familia Sikumana, pada hari Minggu Tanggal 20 Mei 2007.

** Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Masa Bhakti 2006/2007

1 Penegasan ini dapat ditemukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945

2 Barda Nawawi Arief, Beberapa Masalah Kebijakan Penegakkan dan Pengembangan hokum Pidana, citra Aditya Bhakti, Bandung, 1998: 153.

3 Thelma Selly M. Kadja, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Proses Peradilan, Jurnal Hukum Jurisprubensia Hukum dan Perempuan, Velume 5 Nomor 2, Mei 2006, Fakulyas Hukum Undana Kupang, 2006: 179-180.

4 Barda Nawawi Arief, Ibid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Berita Acara Serah Terima Tanah yang Benar

Contoh Makalah Terstruktur CAlon Anggota KPUD Kabupaten/Kota

PENGAMBILAN SUMPAH DAN PELANTIKAN KEPALA DUSUN TERPILIH DESA WAIULA