TAREKAT SMI MENGABDI DI PAROKI WATOBUKU, MASYARAKAT ADAT TABANA HIBAHKAN TANAH ADAT

Oleh: Antonius Dopi Liwu

Camat Wulanggitang Drs. Fredy M. Moat Aeng (tengah), didampingi PAstor Paroki KRSA P. LAurentius USeng Ama, SVD (kiri) dan KEtua DPP KRSA Watobuku Meus Liwu

Setelah melalui proses yang cukup panjang sekitar tiga tahun sejak pertemuan pertama, akhirnya umat Paroki Kristrus Raja Semesta Alam (KRSA) Watobuku, terkhusus umat stasi Tabana dan Watobuku kini boleh berbangga sebab di wilayah kedua stasi ini akan dibangun Rumah Tarekat Suster Maria Imaculata (SMI). Wujud awal karya mereka ini ditandai dengan penyerahan Tanah Adat dari Komunitas Adat Tabana kepada Pihak Gereja Katholik Keuskupan Larantuka yang dalam hal ini diwakili Pastor Paroki Kristus Raja Semesta Alam (KRSA) Watobuku.

Bertempat di Pendopo Rumah Pastoran Paroki KRSA Watobuku, Stasi Watobuku, Desa Waiula, pada Hari Kamis (11/08/2022), hadir dalam pertemuan itu antara lain Camat Wulanggitang Drs. Fredy M. Moat Aeng, Pastor Paroki Kristus Raja Semesta Alam (KRSA) Watobuku P. Laurentius Useng Sogen SVD, Kepala Desa Waiula, Ketua BPD Waiula, Pengurus DPP Paroki KRSA, Ketua Lembaga Adat Desa Waiula, Tokoh Adat Lewo Kote, Tuan Tanah Tabana bersama Unsur Suku Lema Tabana, Para Suster Tarekat SMI, Pengurus Stasi se-Paroki KRSA Watobuku serta undangan. Rapat dimulai pada pukul 11.00 dan berakhir dengan pembahasan dan penetapan Berita Acara Serah Terima Tanah.

Rapat diawali dengan Doa bersama yang dipimpin oleh Suster dari Tarekat SMI dilanjutkan dengan sambutan dari Pastor Paroki KRSA Watobuku dan Camat Wulanggitang.

Pastor Paroki dalam sambutannya menyampaikan terimakasihnya kepada Komunitas Adat Tabana yang telah bersedia memberikan sebidang tanah adat untuk keperluan pendirian Rumah Biara SMI, dan berharap agar peristiwa ini semakin mengokohkan iman kita sebagai pengikut Kristus dalam perkembangan dunia yang semakin modern ini. “Saya secara pribadi menyampaikan terimakasih kepada Komunitas Adat Tabana yang telah bersedia memberikan sebidang tanah adat untuk keperluan pendirian Rumah Biara SMI, dan berharap agar peristiwa ini semakin mengokohkan iman kita sebagai pengikut Kristus dalam perkembangan dunia yang semakin modern ini,”tegasnya.

Sementara itu Camat Wulanggitang dalam sambutannya menyampaikan peristiwa ini merupakan momentum bersejarah dalam perkembangan dan pembangunan iman kita sehingga memberi tiga pesan kebaikan. “Pertama, momentum syukur, kita mensyukuri kebesaran dan kebaikan Tuhan yang telah memberikan kita dunia yang indah dengan segala kelimpahannya; kedua rasa terimakasih, terutama kepada leluhur dan lewo tanah yang telah menjaga memberi kita kehidupan, dimana dengan biara akan menangkal dan memperkokoh keimanan kita di dalam kehidupan yang serba modern; ketiga adalah kasih, cinta sebagai hukum tertinggi dalam iman Katolik yang menyempurnakan, dan juga mempersatukan kita sekalian,”tegasnya.

Pada sesi selanjutnya dilaksanakan pembahasan Berita Acara Serah Terima Tanah Adat. Acara tersebut dipandu langsung oleh Ketua BPD Desa Waiula, Antonius Dopi Liwu yang ditunjuk oleh pihak Paroki untuk mempersiapkan rancangan Berita Acara. Pembahasan Berita Acara menjadi agenda yang cukup menyita waktu dan energi mengingat beberapa pasal yang menjadi poin kesepakatan harus diteliti dan didalami secara teliti agar dikemudian hari tidak menimbulkan celah untuk saling merugikan diantara para pihak. Beberapa poin kesepakatan yang tertuang dalam berita acara tersebut boleh dikatakan menjadi Poin Krusial. Namun Tonce Liwu, demikian ketua BPD itu biasa disapa mengatakan, “mengingat BA ini adalah dokumen resmi sebagai bukti perjanjian yang memiliki memiliki kekuatan dan konsekuensi hukum, maka saya harus secara jeli mengakomodir setiap pikiran dan usulan dari para pihak dan memformulasikan materi kesepakatan dalam berita acara menggunakan bahasa yang memenuhi kaidah bahasa yang baik agar mempunyai corak hukum yang bercirikan kejernihan atau kejelasan maksud, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan para pihak baik dalam perumusan maupun cara penulisannya,”tegasnya.

Tercatat dalam Dokumen Berita Acara ini para pihaknya adalah Komunitas Masyarakat Adat Tabana bertindak sebagai Pihak Pertama yang menyerahkan Tanah Adat Tapo Kote diwakili oleh Stefanus Pleta Huwu selaku Ketua Dewan Adat Tabana, sedangkan Pihak Kedua adalah Gereja Katholik Keuskupan Larantuka/ Paroki KRSA Watobuku, yang diwakili oleh Pastor Paroki KRSA Watobuku, P. Laurentius Useng Sogen, SVD. Hingga akhirnya berita acara tersebut disepakati dengan menghasilkan sebelas butir kesepakatan. Sedangkan jenis pemberian hak atas Tanah yang diserahkan adalah Hak Pakai. Ketentuan Hak Pakai dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 41, artinya hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Namun pemberian Hak Pakai untuk tujuan pembangunan rumah biara  ini terkesan istimewa sebab diberikan dalam batas waktu yang tidak ditentukan, tetapi sepanjang sesuai dengan tujuan peruntukannya. Berita Acara tersebut dibuat dalam rangkap dua bermaterai cukup dengan kekuatan hukum yang sama untuk para pihak.

Namun penandatanganan dokumen tersebut belum bisa dilaksanakan pada hari yang sama sesuai dengan agenda yang disediakan, sebab peninjauan lokasi dan penunjukan batas-batas terkendala cuaca dan waktu. Akhirnya disepakati bahwa agenda tersebut ditunda dan akan dilaksanakan pada hari Sabtu (20/08/2022), dengan menghadirkan tetangga batas pada bidang tanah yang akan diserahkan. Pada saat itu juga nanti akan dilaksanakan penyerahan Surat Pernyataan Penyerahan Tanah oleh Komunitas Adat Tabana selaku Pihak Pertama yang menyerahkan tanah.

Tercatat hingga kini Paroki Watobuku sudah pernah disambangi oleh tiga Tarekat Biara Suster, persisnya di Stasi Watobuku. Jauh sebelumnya adalah Tarekat Alma, mengabdi pada medio 90’an. Biara Alma cukup melegenda hingga kini, meski tinggal nama karena memiliki salah satu unit karya yaitu panti Asuhan Karya Kasih, yang merawat para difabel dan penyandang cacat. Namun kini biara tersebut telah mengakhiri karyanya, sementara unit pelayanannya sempat berganti pengasuhnya dan kini dinyatakan ditutup.

Sedangkan Tarekat Suster yang terakhir adalah Tarekat Biara JDS, atau dikenal Tarekat Suster-suster Hamba Ilahi. Sekitar setahun berkarya di Watobuku, pada  Tahun 2020 hingga pertengahan 2021. Sedangkan Tarekat yang baru datang tepatnya pada Hari Senin (22/08/2022) adalah Suster Maria Imaculata. Penyerahan Tanah merupakan wujud dukungan kita akan karya pewartaan nilai Kristiani. Semoga langgeng karya dan pengabdian mereka serta membawa berkat juga kebaikan bagi gereja dan masyarakat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

REFLEKSI TEMA APP KEUSKUPAN LARANTUKA TAHUN 2022, OMK PAROKI WATOBUKU GELAR PROSESI SALIB

PENGAMBILAN SUMPAH DAN PELANTIKAN PENGURUS KARANG TARUNA DESA WAIULA PERIODE 2022-2027

CONTOH PROPOSAL (TOR) PANITIA 17 AGUSTUS 2022